Sabtu, 31 Desember 2011
Kamis, 29 Desember 2011
Articles: Seri: Pemimpin Pujian |
[01] - Nyanyian Rohani Dalam beberapa milis (mailing list) yang saya ikuti, saya menemukan diskusi yang cukup seru tentang nyanyian rohani. Menarik sekali mengamati posting yang masuk di milis tsb. Dari berbagai posting saya melihat kenyataan bahwa ternyata pemahaman orang tentang nyanyian rohani sangat bervariasi. [ARTIKEL INI TELAH DITERBITKAN DI TABLOID REFORMATA] [02] - Manfaat Puji-pujian Rohani Saya tidak tahu berapa banyak di antara pembaca sudah pernah membaca buku yang berjudul Tortured for Christ, tulisan Pdt. Richard Wurmbrand yang ditulis sekitar empat dekade yang lalu. Dia adl hamba Tuhan yang melayani gereja di bawah tanah di tengah2 paham Komunis yang menentang Injil. Pendeta Wurmrand dipenjarakan selama 14 thn karena ‘memberontak’ kepada pemerintah dengan terus memberitakan Injil di negara Komunis tersebut. Apa hubungannya dengan judul tersebut di atas? [03] - Lagu Pujian Yang baik Dua tahun yang lalu, dalam sebuah seminar tentang “Puji-pujian Rohani”, seorang peserta mengelompokkan lagu-lagu pujian tertentu kepada lagu gereja Karismatik dan lagu-lagu lainnya kepada lagu gereja GKI. Selanjutnya, dia memberi pandangannya terhadap kedua kelompok lagu tsb. [04] - Menciptakan Pujian Jemaat Yang Baik Bulan Desember ini kita akan merayakan salah satu peristiwa besar, yaitu hari Natal. Bahkan peristiwa tsb dapat kita sebut sebagai peristiwa ajaib, di mana Allah, pencipta alam semesta datang ke dalam dunia ciptaan. Karena itu, tidak heran jika seluruh umat menyambutnya dengan penuh sukacita. Memang berita natal pertama yang disampaikan malaikat kepada para gembala juga mengumandangkan sukacita. [05] - Pentingnya Buku Pujian Yang Baik Sekitar tiga tahun yang lalu saya melayani pada sebuah Gereja tertentu. Itu adalah pertama kali saya melayani di jemaat tsb. Mengamati kondisi jemaat di Gereja tsb, saya melihat bahwa mereka telah cukup mapan, di mana mereka telah memiliki gedung Gereja yang tetap dengan segala fasilitasnya, dan juga seperangkat alat-alat musik, lengkap dengan keyboard, drum, gitar, sound system yg baik, dll. Namun demikian, saya mengatakan kekecewaan saya kepada Gereja tsb karena mereka belum memiliki hymnal (buku pujian). [06] - Memperkenalkan Buku Pujian James Rawlings Sydnor menulis sebuah buku yang sangat menarik yang berkait dengan judul artikel tsb di atas. Buku tsb berjudul, “Introducing A New Hymnal”. Barangkali ada yang bertanya, “Untuk apa menulis buku seperti itu? Pentingkah?” Jawabannya, tentu penting. Mengapa? Karena sebagaimana kita lihat pada artikel yang lalu, masalah yang dihadapi oleh beberapa Gereja tertentu kadangkala bukanlah soal tidak memiliki Buku Pujian (Hymnal) yang baik. Tapi masalahnya adalah bahwa Buku Pujian tsb tidak cukup dikenal oleh anggota jemaat dari Gereja tsb. [07] - Pengisi Acara Martin Luther, tokoh reformasi abad 16 yang sangat berpengaruh tsb pernah memberikan kalimat yang sangat berkesan: “To know God is to worship God”, mengenal Allah berarti menyembah Allah. Lima abad kemudian, Pdt. Dr. John Chew, mantan rektor Trinity Theological College (TTC), yang sekarang menjadi bishop gereja Anglikan di Singapura pernah menegaskan hal yang sama. [08]- Persiapan itu penting John Calvin, tokoh reformasi yang sangat terkenal itu pernah mengatakan satu kalimat yang sangat indah: "The ultimate disire of all the believers is to glorify God" (Kerinduan tertinggi dari semua orang percaya adalah memuliakan Allah). Hal senada sudah ditegaskan oleh tokoh reformasi lainnya, yaitu Martin Luther, sebagaimana telah disinggung pada artikel edisi yang lalu: to know God is to worship God. [09] - Benarkah Kita Menyembah Allah? Saya memohon maaf jika judul tersebut di atas menyinggung perasaan Anda sekalian. Tetapi dengan jujur saya mengaku bahwa judul di atas kadang-kadang muncul di dalam pikiran ketika sedang mengikuti acara puji-pujian di Gereja atau persekutuan-persekutuan tertentu. | ||
Bagaimana Kristen Berpacaran |
Bagaimana Kristen Berpacaran (Kutipan buku. Penulis: Mangapul Sagala) Pengantar: Setelah kembali dari Singapura pada tahun 1991, saya sangat menikmati perbincangan dengan sahabat dan teman-teman lama. Dari perbincangan tersebut, salah satu pertanyaan yang sering saya tanyakan kepada mereka adalah, "Kapan menikah?" Yang menarik adalah mendengar jawaban dari kebanyakan mereka. "Ah si Abang, boro-boro menikah, calon aja belum punya; cepat banget menikahnya?" Mendengar jawaban ini saya lanjutkan, "Ha? Terlalu cepat menikah? Umurmu sudah berapa tahun?" Ada yang menjawab, 27; 28 atau 29 tahun. Gawat, pikirku. Memang inilah rupanya gejala umum pemuda kita. Saya jadi teringat ketika masih studi di Trinity Theological College, ada dosen saya orang Amerika yang ketika itu (tahun 1991)umurnya baru 36 tahun, tapi putrinya sudah SMP. Sedangkan saya sendiri hanya setahun lebih muda dari padanya, anak saya ketika itu didaftarkan di Taman Kanak-kanak pun belum diterima. Terus terang, saya memang 'menyesali' waktu pernikahan saya yang 'terlambat'. Tapi, ketika saya berumur 27 tahun, saya pernah mengungkapkan keinginan saya dengan bercanda kepada teman bahwa saya akan menikah. Tahu reaksi mereka? Sebagian besar mentertawakan. "Ha? Mau menikah? Cepat amat?" Seorang yang saya anggap sebagai kakak rohani bernyanyi mendengar hal itu sambil ngeledek, "Too young to be married." Itulah sebabnya saya pun merasa sejahtera untuk 'tidak terburu-buru.' untuk menikah. Tokh saya berpikir bahwa lingkungan mengajarkan demikian. Tetapi kemudian saya baru menyadari bahwa dilihat dari banyak segi, pandangan tersebut tidaklah benar. Khususnya, ditinjau dari segi anak. Tegakah kita 'menelantarkan' anak-anak kita oleh karena kita dipensiunkan sementara mereka saat itu justru sedang membutuhkan kita? Mengapa menunda-nunda pernikahan? Kalau ditanyakan mengapa orang tersebut belum menikah, jawabannya bervariasi. Ada yang mengatakan 'belum siap'. Apanya yang belum siap? Materi? Kalau seorang belum bekerja, jawaban tersebut wajar. Tetapi, kalau sudah, mengapa belum? Saya kuatir ada orang yang memiliki konsep bahwa menikah harus dengan cara begini begitu. Misalnya harus di tempat bergengsi yang menampung sekian ratus bahkan sekian ribu orang. Menikah harus memiliki rumah sendiri dan seterusnya. Kalau begitu, kita telah merusak pernikahan tersebut. Karena kita telah menjadikan moment pernikahan menjadi arena bergengsi-gengsian! Bila hal ini terjadi pada mereka yang belum menjadi anak Tuhan (baca: belum mengenal ajaran Kristus) maklum sajalah. Tapi, kalau terjadi pada anak-anak Tuhan, mantan anak-anak PSK (Persekutuan Siswa Kristen), atau PMK (Persekutuan Mahasiswa Kristen), wah gawat! Rupanya, gengsi masih cukup menguasai hidup anak-anak Tuhan. Tidak heran jika dalam hidup persekutuan pun, khususnya di persekutuan alumni, kelihatannya, tanda hidup bergengsi-gengsian itu pun telah masuk (diimport dari dunia ini). Sekali waktu saya bertemu anak Tuhan, seorang alumni yang sudah bekerja dengan gaji di atas rata-rata. Dia pergi ke kantor dengan kendaraan pribadi. Alumni tersebut sudah cukup lama punya pacar. Suatu kali saya bertemu dengannya dan menanyakan, "Kapan menikah?" "Tunggu, masih lama, belum siap," katanya. Lalu saya ajak dia terus mendiskusikan hal tersebut. Ternyata, dibalik alasan tersebut, keberatan sesungguhnya adalah karena ayahnya tidak ingin menikahkan dia dengan acara sederhana. Ayahnya ingin acara besar yang memerlukan dana besar pula. Lalu saya berkata dalam hati, "Sayang juga kamu menunda-nunda pernikahanmu bertahun-tahun hanya karena sekedar ingin memuaskan ambisi (gengsi) ayahmu untuk satu hari saja!" Mengapa menunda-nunda pernikahan? Ataukah belum siap dari segi karakter atau rohani? Seperti pengakuan orang lain lagi kepada saya. Kalau begitu, "Apa yang selama ini dilakukan dalam pacaran? Seharusnya saat berpacaran itu diisi dengan penyesuaian dan pembinaan karakter dan kerohanian. Inilah tujuan berpacaran menurut saya, sebagaimana nanti kita lihat pada bab berikutnya. Tapi, saya juga kuatir ada yang beranggapan bahwa sebelum menikah keduanya mesti benar-benar cocok. Kalau begitu, Anda keliru. Masa pernikahan merupakan masa saling belajar dan saling menyesuaikan diri. Karena itu, saya setuju pendapat yang mengatakan bahwa dalam hal pernikahan, "It's a learning process." Jika kita memiliki pandangan seperti tersebut di atas, menurut pengamatan saya, tidak akan pernah seseorang benar-benar cocok dengan partnernya. Pasti akan ada segi-segi tertentu yang membuat kurang cocok. Maka sebenarnya yang dibutuhkan adalah kemampuan untuk mengasihi partner masing-masing sebagaimana dia ada, atau dengan apa adanya. Selanjutnya dalam proses pernikahan, dituntut kemauan dan kemampuan untuk belajar saling membina partner masing-masing. Jadi, bila seseorang tidak berani menikah karena belum benar-benar cocok, itu sudah salah. Sampai kapan Anda merasa cocok? Tentu saja saya tidak bermaksud untuk menganjurkan pernikahan bagi mereka yang baru pacaran satu minggu atau satu bulan. Bagi mereka yang baru pacaran, tentu saja belum memiliki pengenalan yang cukup terhadap partner masing-masing. Ataukah penundaan itu karena memang belum mendapatkan calon yang dapat dijadikan teman hidup? Mengapa belum? Masih terlalu muda? Benarkah demikian? Sudah berapa usia saudara sekarang? Kalau usia saudara sudah di atas 20 tahun (untuk perempuan) atau 22 tahun (untuk pria) sudah saatnya saudara berpacaran. Atau barangkali saudara sulit memulai bagaimana menggumuli calon teman hidup saudara? Kalau demikian, kita akan membahas hal itu di bawah ini. Saya menyarankan ada enam langkah untuk menggumuli calon teman hidup. Pertama, mendoakan. Segala sesuatu dalam hidup kita harus dimulai dengan doa, terlebih lagi masalah teman hidup. Anehnya, ada orang yang malu atau tidak mau mendoakan masalah ini. Padahal, hal-hal lain seperti ujian, mencari pekerjaan, mereka berdoa dengan sungguh-sungguh. Mengapa ya? Apakah hal calon teman hidup ini kurang penting didoakan? Atau hal itu kurang rohani? Menurut pendapat saya hal ini malah sangat penting untuk didoakan dan sangat rohani. Itulah sebabnya pada saat retret atau Bible Camp, saya berdoa agar kalau Tuhan berkenan, ada follow up Bible Camp tersebut dalam hal menggumuli calon teman hidup. Saya bahkan mendorong peserta retret untuk peka terhadap pimpinan Tuhan akan hal itu. Tentu saja, itu dapat menjadi akibat, bukan tujuan. Karena Tuhan Yesus sendiri bersabda: "Carilah dahulu kerajaan Allah dan kebenaranNya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." Di negara kita, wanita memang agak ditabukan bila terlalu agresif dan terlalu berinisiatif. Tapi tidak salah mendoakannya secara serius, bukan? Wanita bisa berdoa kira-kira demikian, "Ya Bapa, tunjukkanlah padaku siapa yang telah Tuhan sediakan. Tolonglah agar hamba peka dan tahu. Pertemukan dia dengan hambaMu ini." Hal itu jugalah yang saya lakukan sebelum berpacaran. Salah satu doa saya sebelum menemukan calon adalah, "Ya Bapa, jadikan kami seperti magnit dengan dua kutub yang saling tarik menarik. Tetapi tutuplah dan angkatlah perasaan cinta terhadap siapapun yang bukan dari Tuhan." Mungkin ada yang bertanya, "Sampai berapa lama tahap mendoakan ini dilakukan? Satu minggu? Satu bulan? Satu tahun?" Berdoalah dalam waktu yang cukup lama dan perhatikan suasana hatimu kepada seseorang yang digerakkan Tuhan secara lebih khusus. Kedua, meyakini. Setelah saudara berdoa cukup lama, diharapkan Allah memberi keyakinan dalam diri saudara. Maka saudara harus yakin bahwa itu adalah pilihan Tuhan, bukan sekedar keinginan diri sendiri atau karena kecantikan wajahnya. Karena itu, dalam masa ini, saudara dapat berdoa kira-kira demikian, "Ya Bapa, bila orang ini adalah dariMu, peliharalah perasaan hati saya kepadanya dan alihkan dari orang lain." Keyakinan tersebut perlu dievaluasi. Setelah yakin, apakah itu berarti si dia akan berespon positif terhadap cintamu kepanya? Jawabnya, belum tentu. Malah bisa terjadi sebaliknya. Karena itu, meskipun memperhatikan respon si dia tersebut penting, jangan terlalu bersandar pada responnya. Mengapa? Karena bisa saja dia sedang salah menggumuli orang lain. Atau reaksinya tidak jujur. Itulah kenyataan yang cukup sering terjadi. Karena ada orang yang menunjukkan sikap negatif terhadap orang yang dia cintai. Dalam konseling, seorang pria berkata kepada saya, "Justru kalau tidak ada perasaan cinta, saya lebih bebas dan bertindak lebih hangat seperti ada apa-apanya. Tapi kepada orang yang saya cintai, aduh, grogi, kaku. Pernah sekali, saya dengan teman menyeberang jalan. Salah seorang di antara teman yang menyeberang itu adalah orang di mana saya sedang jatuh cinta. Ketika sedang menyeberang jalan, saya malah menjauhi dia dan pura-pura akrab dengan perempuan lain." Lain lagi dengan masalah wanita. Mereka memang agak kurang berani menyatakan perasaannya. Kelihatannya tidak jujur dalam responnya.Seorang pernah berkata, "Justru di situlah letak perbedaan wanita dengan seorang diplomat. Bagi seorang diplomat, mengatakan, "yes" bisa berarti "may be", dan mengatakan, "may be" bisa berarti "no". Karena seorang diplomat tidak akan pernah terlalu berterus terang dalam jawabannya dengan mengatakan "no" atau tidak terhadap sesuatu hal. Bila dia terlalu terus terang seperti itu, dan berkata "no", maka berhentilah dia sebagai diplomat. Sebaliknya dengan wanita. Perkataan "no" bisa berarti "may be", sedangkan "may be", bisa berarti "yes". Dan kalau dia mengatakan "yes," maka dia berhenti menjadi seorang wanita. Itulah sebabnya kalau seorang wanita ditanya oleh seorang temannya tentang perasaan dia terhadap seorang pria tertentu, dia bisa menjawab "may be" (ya, kali) untuk seseorang yang sedang dia sukai. Kembali kepada keyakinan tersebut di atas, kalau saudara telah memiliki keyakinan terhadap seseorang, maka ujilah keyakinan tersebut dalam doa di hadapan Tuhan. Kalau Tuhan ternyata meneguhkan, bersyukurlah dan mohon agar Tuhan memelihara keyakinan tersebut. Kiranya saudara tetap setia, sekalipun si dia kelihatan belum berespon positif terhadap perasaan cinta saudara, dan malah semakin menjauh. Lalu berdoalah agar Tuhan menyatakan pimpinanNya pada si dia sebagaimana Tuhan telah memimpin saudara. Doakanlah agar pada waktunya Tuhan membawa dia kepada saudara. Mungkinkah? Benarkah sikap demikian? Mungkin dan benar. Sudah banyak contoh terjadi. Suatu kali Nuni (bukan nama sesungguhnya) datang konseling kepada saya mengenai hal ini. Dia menceritakan seseorang yang telah berdoa untuk calon teman hidupnya (seseorang itu sebenarnya dirinya sendiri, tapi dia memakai bentuk ketiga). Lalu dia melanjutkan bahwa kelihatannya Tuhan menjawab dan memberikan keyakinan terhadap si Dodi (juga bukan nama sesungguhnya). Namun, apa yang terjadi? Ternyata Dodi tidak memberi respon positif kepadanya. Malahan Dodi tersebut mencintai Shinta (sebutlah namanya demikian) dan sedang mencoba mendekatinya. Nuni menge-tahui hal itu, karena Shinta adalah teman baiknya. Lalu dalam konseling dia bertanya kepada saya, "Apakah seseorang tersebut harus terus mendoakan Dodi atau meninggalkannya?" Jawab saya ketika itu adalah, "Ujilah keyakinan yang sudah dimiliki, apakah benar-benar perasaan itu merupakan pimpinan Tuhan, atau karena keinginan diri sendiri. Kalau karena keinginan diri semata, mundurlah dan mohon kekuatan dari Tuhan untuk melupakannya. Tapi, kalau memang benar-benar dari Tuhan, tetaplah setia mendoakannya dan memberi perhatian sewajarnya." Apa yang terjadi kemudian? Hasilnya, ternyata keyakinan itu benar, karena selang beberapa waktu Dodi mulai memberi perhatian kepadanya. Hal itu terjadi karena kemudian Dodi menyadari bahwa Shinta bukanlah jawaban Tuhan atas pergumulannya. Mereka ini kemudian menjalani masa berpacaran dan menikah dengan baik, serta telah dikaruniai anak. Ketiga, menjalin relasi secara diam-diam. Tahap kedua tersebut di atas (keyakinan) harus dilanjutkan dengan menjalin relasi secara halus. Dalam tahap ini saudara terus berdoa agar Tuhan menyatakan kehendakNya semakin jelas. Kalau benar keyakinan tersebut di atas berasal dari Tuhan, maka ketika saudara menjalin relasi, Tuhan yang sama akan meneguhkan pergumulan itu. Mengapa? Karena Tuhan kita adalah Tuhan yang konsisten. Banyak cara yang dapat dilakukan dalam menjalin relasi secara diam-diam. Sebagai contoh, dengan meminjam buku, menawarkan jasa mengantarkannya pulang setelah persekutuan, atau secara bersama-sama melakukan suatu pekerjaan tertentu. Dalam sebuah seminar mengenai topik ini, saya didampingi oleh pembicara lain, yaitu seorang wanita. Pada saat itu, pembicara tersebut memberi saran paraktis kepada seorang wanita yang sedang jatuh cinta kepada seseorang. Dia mengatakan, "Bila Anda sudah tertarik kepadanya, cobalah beri perhatian ketika dia sedang berbicara. Kalau ada acara-acara kelompok, secara halus duduklah di dekatnya. Jangan malah menjauh dan pura-pura tidak suka, padahal sebenarnya jantung Anda dag dig dug." Dengan adanya tahap ketiga ini, berarti kita menolak cara meyakini teman hidup secara sepihak, seperti mengurung diri di rumah atau menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan. Justru sebaliknya yang harus dilakukan: harus bergaul, ada kesempatan mengenal dan dikenal. Kita tidak menganjurkan menggumuli calon teman hidup seperti orang membeli kucing dalam karung. Masih ingat contoh Adam dan Hawa? Setelah Allah memutuskan menjadikan penolong baginya (Kej.2: 18), selanjutnya Allah membawa wanita tersebut kepadanya (ayat 22). Ada pertemuan, bukan? Dan di saat bertemu itulah Adam berkata, "Nah, ini dia tulang dari tulangku..." (Kej.2: 23). (Selanjutnya baca buku saya: Bagaimana Kristen Berpacaran, diterbitkan oleh Perkantas Nasional, divisi literatur. Email: "Literatur Perkantas" litanas@cbn.net.id. Telp. 021-82404937) |
Pekabaran Injil Secara Pribadi |
PEKABARAN INJIL SECARA PRIBADI (Oleh: Fajar Suryanto Baasyir ) Pengantar Seringkali orang menganggap bahwa Pekabaran Injil (PI) hanya dapat dilakukan dalam bentuk massal, seperti dengan mengadakan kebaktian kebangunan rohani yang dilakukan di gereja besar, atau di stadion. Dengan demikian, hanya orang tertentu yang dapat melakukannya, yaitu orang yang memiliki karunia untuk berbicara di hadapan ratusan atau ribuan orang. Padahal, itu tidak benar. Dalam Alkitab kita juga mengenal adanya pekabaran Injil yang dilakukan secara pribadi. Dengan metode ini, tidak diperlukan karunia khusus, seperti adanya kemampuan untuk berbicara di hadapan ratusan atau ribuan orang. Yang diperlukan adalah kemauan dan keberanian untuk membagikan berita Injil. Setiap orang memiliki kemampuan untuk berbicara kepada perorangan. Karena itu, metode PI pribadi dapat dilakukan oleh setiap orang yang sungguh rindu untuk melakukannya. Yang menjadi pertanyaan adalah, mengapa melakukan pekabaran Injil? Bagaimana melakukan PI pribadi? Hal itulah yang akan kita bahas dalam buku kecil ini. I. Motivasi Mengabarkan Injil Ada satu pernyataan yang sangat menarik dan menantang saya, yaitu: “When the people know the why, they will know the how” (Jika orang-orang mengetahui mengapa melakukan sesuatu, maka mereka akan tahu bagaimana melakukannya). Karena itu, marilah kita melihat alasan mengapa mengabarkan Injil. Alkitab memberikan beberapa alasan penting mengapa kita harus mengabarkan Injil. Pertama, karena kehendak Allah. Allah menghendaki agar orang berdosa diselamatkan, karena itu, mereka harus mendengar berita Injil yang menyelamatkan mereka. Kedua, karena takut akan murka Allah: Rasul Paulus pernah menulis, “Kami tahu apa artinya takut akan Tuhan, karena itu kami berusaha meyakinkan orang…jadi kami adalah utusan2 Kristus…dalam nama Kristus kami meminta: berilah dirimu didamaikan dengan Allah” (2Kor.5:11;20). Allah juga menyerukan melalui nabi Yehezkiel: “Hai anak manusia, Aku telah menetapkan engkau menjadi penjaga kaum Israel. Bilamana engkau mendengarkan sesuatu dari padaKu, peringatkanlah mereka atas namaKu. Kalau Aku berfirman kepada orang jahat: Engkau pasti dihukum mati!-dan engkau tidak memperingatkan dia atau tidak berkata apa-apa untuk memperingatkan orang jahat itu dari hidupnya yang jahat, supaya ia tetap hidup, orang jahat itu akan mati akan kesalahannya, tetapi Aku akan menuntut pertanggungan jawab atas nyawanya dari padamu“ (Yehez.3:17-18). Ketiga, karena amanat agung dan teladan Tuhan Yesus: Dalam Injil Markus kita membaca, “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala mahluk” (Mark.16:15). Jika kita membaca dan mengamati seluruh Injil, maka kita akan melihat tentang Tuhan Yesus yang memberitakan Injil: Tentu kita akan sangat tertantang membaca pernyataan Tuhan Yesus di mana Dia menyimpulkan makna kedatanganNya ke dalam dunia dengan pernyataan berikut: “Marilah kita pergi ke tempat lain, ke kota-kota yang berdekatan, supaya di sana juga Aku memberitakan Injil, karena untuk itu Aku telah datang” (Mrk.1:38). Keempat, karena didorong oleh kasih Kristus. Rasul Paulus menegaskan kebenaran ini ketika dia mengatakan, “Sebab kasih Kristus yang menguasai kami, karena kami telah mengerti, bahwa jika satu orang sudah mati untuk semua orang, maka mereka semua sudah mati. Dan Kristus sudah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka. (2Kor.5:14-15). Kelima, karena teladan rasul2. Seluruh isi kitab Kisah Para Rasul mendemonstrasikan bagaimana para rasul meresponi perintah Tuhan Yesus untuk memberitakan Injil kepada seluruh mahluk. Keenam, karena kasih kepada orang berdosa. Salah satu ayat yang sangat terkenal dalam seluruh kitab suci bicara mengenai hal ini. Rasul Yohanes menulis, “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yoh.3:16). Ketujuh, karena hutang kepada orang berdosa. Rasul Paulus menulis hal ini kepada jemaat di kota Roma, “Aku berhutang, baik kepada orang Yunani, maupun kepada orang bukan Yunani, baik kepada orang terpelajar, maupun kepada orang tidak terpelajar. Itulah sebabnya aku ingin untuk memberitakan Injil kepada kamu…”(Ro.1:14-15). Kedelapan, karena sukacita dan mahkota. Kepada jemaat di Tesalonika dia menulis, “Sebab siapakah pengharapan kami atau sukacita kami atau mahkota kemegahan kami di hadapan Yesus, Tuhan kita, pada waktu kedatanganNya, kalau bukan kamu? Sungguh, kamulah kemuliaan kami dan sukacita kami” (1Tes.2:19-20). Kesembilan, karena maranata. Rasul Petrus menulis: “Jadi jika segala sesuatu ini akan hancur secara demikian, betapa suci dan salehnya kamu harus hidup, yaitu kamu yang menantikan dan mempercepat kedatangan hari Allah” (2Pet.3:11-12a). II Dasar PI Pribadi Barangkali ada yang bertanya, “Mengapa kita harus melakukan PI pribadi? Tidakkah sebaiknya kita mengupayakan PI massal? Dengan demikian, Injil dapat didengarkan oleh sejumlah orang sekaligus, tidak hanya oleh satu orang. Apakah dasarnya PI pribadi tersebut? Untuk itu, selain karena hal tsb di atas, marilah kita lihat beberapa dasar untuk melakukan PI pribadi di bawah ini. Pertama adalah mengikuti teladan Tuhan Yesus: Jika kita mengamati Alkitab Perjanjian Baru, maka kita menemukan bahwa separuh dari murid Tuhan Yesus diperoleh dengan PI pribadi. Kedua, teladan Filipus: Kis.8: 26-40. Pada bagian ini kita melihat bahwa setelah Filipus memberitakan Injil secara besar-besaran di kota Samaria (Kis.8:4-25), malaikat Tuhan memerintahkan Filipus untuk pergi ke tempat sunyi di sekitar Gaza. Untuk apa? Ternyata bukan untuk melakukan satu penginjilan besar-besaran lainnya, namun untuk memberitakan Injil ke pada seorang sida-sida dari Etiopia. Ketiga, kita juga melihat pentingnya PI pribadi dari pernyataan hamba Tuhan, termasuk mereka yang justru memiliki karunia dalam memimpin KKR massal, seperti Spurgeon dan Moody. Pandangan mereka kita kutip di bawah ini: C.H.Spurgeon: “Personal witness is the work that counts most”. D.L. Moody: “The way to reach the masses is to reach them one by one”. Dean Inge: “Preaching is like taking a bucket of water and throwing it over a number of open-necked bottles, whereas personal soul winning is taking each bottle to the tap and filling it”. Stephen Olford: “Preaching is likened to shaking a tree to harvest the fruit. The fruit falls all right, but so often with resultant bruising and damage. Personal evangelism is like taking a ladder and climbing into the tree to reach and pick the fruit carefully and successfully. Keuntungan PI Pribadi: a. Dari segi psikologis: lebih mudah. Ada orang yang takut berbicara di hadapan kelompok yang agak besar, mereka ini langsung merasa “dag dig dug”, sehingga tidak tahu apa yang harus dilakukan dan katakan. Namun demikian, seringkali perasaan takut seperti ini seringkali tidak muncul jika yang dihadapi adalah satu orang saja. b.Dari segi ekonomis: lebih murah. Kebaktian kebangunan rohani (KKR) dilakukan dalam jarak waktu yang cukup lama, misalnya sekali dalam 1-2 tahun. Mengapa? Banyak penyebabnya, salah satunya adalah masalah dana. Hal ini tidak diperlukan dalam PI pribadi. Karena itu, sesungguhnya PI pribadi dapat dilakukan sesering mungkin, tergantung kerinduan dan pimpinan Roh Kudus. c. Dari segi politis: lebih memungkinkan. dSelain dari masalah dana tersebut di atas, di beberapa tempat dan daerah tertentu, sungguh tidak mudah melaksanakan KKR dengan mengundang jemaat dalam jumlah besar. Seringkali untuk melaksanakan hal ini diperlukan pengurusan surat izin, yang kadangkala berakhir dengan kegagalan. Dalam kondisi seperti ini, PI pribadi menjadi jawaban yang sangat tepat, karena tidak ada orang atau peraturan yang dapat melarang orang melakukan PI Pribadi. III Bagaimana melakukan Pekabaran Injil? “No action talk only”, demikian bunyi sebuah pernyataan yang menyindir berbagai teori tanpa tindakan kongkrit. Karena itu, sekarang kita akan melihat bagaimana PI itu dapat dilaksanakan. Ada tiga hal yang sangat penting untuk diketahui dalam pemberitaan Injil. Pertama, mengenal kondisi orang yang akan diinjili. Siapakah orang berdosa itu sesungguhnya? Menurut rasul Paulus dalam Efesus 2:1-3, kondisi manusia di luar Kristus adalah: Pertama, mati secara rohani. Karena kematian rohani inilah Alkitab menggambarkan manusia berdosa sebagai “BUTUTUL”. Maksudnya, buta, tuli dan tumpul. Kedua, manusia ada dalam perbudakan dosa. Gambaran manusia yang diperbudak oleh dosa sangat menonjol dalam surat-surat Paulus. Kepada jemaat di Roma dia menegaskan hal tersebut dengan mengatakan, “Sebab waktu kamu hamba dosa, kamu bebas dari kebenaran. Dan buah apakah yang kamu petik dari padanya? Semuanya itu menyebabkan kamu merasa malu sekarang, karena kesudahan semuanya itu adalah kematian”(Ro.6:20-21; baca juga 7:14,24). Ketiga, manusia seharusnya dimurkai. Sebagai akibat dari perbudakan dosa tersebut di atas, maka sangat wajar bila akhirnya manusia seharusnya berada dalam murka Allah. Rasul Paulus menandaskan kengerian akibat perbudakan dosa tersebut dengan mengatakan, “Pada dasarnya kami adalah orang-orang yang harus dimurkai sama seperti mereka yang lain” (Ef.2:3b, baca juga Ro.1:18-32; 2:4-5). Kedua, mengenal berita yang harus disampaikan Dari sekian banyak kebenaran dalam Alkitab, berita manakah yang harus disampaikan? Pekabaran Injil harus dibedakan dengan pengajaran. Yang pertama bertujuan untuk membawa orang berdosa untuk bertobat dan datang kepada Tuhan Yesus untuk menerima pengampunan dosa dan keselamatan serta hidup kekal (Yoh.3:16). Sedangkan yang kedua bertujuan untuk membawa petobat baru tersebut untuk bertumbuh semakin dewasa dalam imannya, dan menuju kedewasaan yang penuh (2Pet.3:18 dan Ef.4:13). Karena itu, dalam PI pribadi ini, kita perlu menyampaikan enam fakta yang sangat penting: a.Semua orang berdosa (Ro.3:23). b.Upah dosa adalah maut (Ro.6:23). c.Kristus telah mati untuk membayar hukuman (Ro.3:25; 1Pet.3:18). d.Harus menerima Kristus (Yoh.1:12). e.Keselamatan adalah anugerah (Ef.2: 8). f.Keyakinan keselamatan (1Yoh.5: 13; Ro.5:10) Ketiga, mengenal metode yang harus disampaikan Dari segi jumlah pendengarnya, maka umumnya pekabaran Injil dilakukan dalam tiga bentuk: Pertama, dalam bentuk massal, seperti KKR. Hal ini dapat dilakukan secara berkala, misalnya pada saat penerimaan mahasiswa baru, retret, atau mengadakan KKR di kampus, atau gabungan beberapa kampus, bahkan mengadakan KKR untuk seluruh kalangan (umum). Kedua, dalam bentuk kelompok. Hal ini dapat dilakukan melalui PIPA (Pekabaran Injil melalui Penelaahan Alkitab). Maksudnya orang yang akan diinjili dimasukkan dalam kelompok Penelaahan Alkitab, di mana dalam kelompok tersebut dipilih bahan yang melaluinya dapat dilakukan penginjilan. Ketiga, dalam pendekatan pribadi; PI Pribadi. Kita akan membahas metode ini dalam satu bab khusus. Metode pemberitaan Injil Dari segi penyampaian, Stephen Olford memberikan 6 macam metode PI pribadi, yaitu: 1.The shock approach. Metode ini digunakan bila kita tidak memiliki cukup banyak waktu untuk melakukan dialog bertahap dan berencana (Cth: Yoh.3). Karena itu, PI dilakukan secara tiba-tiba. 2.The gentle approach. Metode ini sangat relevan dilakukan di kampus atau terhadap tetangga, atau teman se kantor. Dalam hal ini kita mendemonstrasikan buah2 Roh dalam kehidupan kita, yang melaluinya Allah dapat menterjemahkannya. 3.The conversational approach. Metode ini memerlukan kemampuan berkomunikasi yang baik, serta wawasan yang luas. Dengan demikian, kita dapat bercakap-cakap dengan bebas dengan orang yang dilayani sambil memasukkan berita (fakta-fakta) Injil tersebut di atas. 4.The literature approach. Kita bersyukur cukup banyak traktat diterbitkan yang bertujuan untuk PI. Sebagai contoh: Jalan menuju damai dengan Allah (Billy Graham), Empat hukum rohani (LPMI), dll. Dengan metode ini kita harus selalu membawa traktat tersebut yang siap untuk dibagi-bagikan kepada orang yang akan dilayani. 5.The aftermeeting approach. Setelah kebaktian atau pertemuan2 di KKR atau seminar, kita dapat memperhatikan orang2 tertentu yang memerlukan pelayanan lanjutan. Sebagai contoh: Filipus melakukan PI kepada sida2 Etiopia pada Kis.8: 26-40. 6. The planned interview approach. Kita dapat meminta pimpinan Tuhan kepada siapa kita melakukan PI pada hari atau minggu tertentu. Untuk itu, siapkanlah beberapa pertanyaan, atau cerita, kesaksian, yang dapat membawa orang tersebut kepada Kristus. Metode ini sangat baik dilakukan bila didampingi oleh seorang teman yang juga mampu melakukan PI. Dengan demikian, PI dapat dilakukan secara bersama, saling mendukung dan mendoakan. Contoh PI pribadi menurut Yoh.4. SELANJUTNYA DAPAT DIBACA LEBIH LENGKAP DI DALAM BUKU yang berjudul: PEKABARAN INJIL SECARA PRIBADI” yang diterbitkan oleh Perkantas Jakarta. |
| ||
Top | ||
BP | |||||||
Joined: Fri Jun 09, 2006 5:20 pm Posts: 7676 |
| ||||||
Top | |||||||
BP | |||||||
Joined: Fri Jun 09, 2006 5:20 pm Posts: 7676 |
| ||||||
Top | |||||||
BP | |||||||
Joined: Fri Jun 09, 2006 5:20 pm Posts: 7676 |
| ||||||
Top | |||||||
Page 1 of 2 | [ 25 posts ] | Go to page 1, 2 Next |
All times are UTC + 7 hours |
Who is online |
Users browsing this forum: No registered users and 0 guests |
Langganan:
Postingan (Atom)