Jumat, 06 Januari 2012

Etika KristenPDFPrintE-mail
Written by Aripin Tambunan   
Saturday, 14 November 2009
Article Index
Etika Kristen
Page 2
Page 3
Page 4
Page 5
Page 6
Etika Tuhan tersebutlah yang telah menyebar keseluruh penduduk bumi, tetapi oleh karena lokasi, keadaan, dan yang mempengaruhi perkembangan manusia berbeda-beda. Maka etika Tuhan tersebut telah dimaknai berbeda-beda pula oleh penduduk bumi. Tafsiran-tafsiran terhadap etika Tuhan tersebut tidak lagi didasarkan pada teks etika Tuhan, tetapi lebih kepada teks-teks kebebasan dan peninggian manusia. Lalu pada akhirnya muncullah berbagai-bagai aliran etika yang berusaha saling meniadakan dan menjunjung paham-pahamnya sendiri. Dan etika Tuhan, hanya diperuntukkan bagi mereka yang setia kepada-Nya.
Etika Tuhan merupakan etika alamiah. Bila dilihat seluruh etika yang berlaku, maka di sana ada terlihat etika umum (alamiah). Misalnya, di bangsa manapun atau dimasyarakat manapun, mencuri, membunuh, itu merupakan pelanggaran dan tidak dibenarkan. Bagaimana hal itu bias terjadi? Tentu karena asal manusia hanya dari satu orang yakni dari Adam. Kemudian manusia itu menyebar ke seluruh bumi. Lalu etika manusia berkembang sesuai dengan lokasi, kebutuhan masyarakatnya, dan paham yang mempengaruhinya. Itulah sebabnya, kesamaan-kesamaan di dalam etika banyak ditemui.
Etika Tuhan itu, bukan saja telah Tuhan turunkan lewat wahyu-Nya. Tetapi Ia telah taruhkan di hati nurani manusia, sehingga perpaduan keduanya membuat manusia seharusnya memiliki etika alamiah yang sangat baik. Hati nurani manusia yang dapat membedakan mana yang “baik” dan mana yang “jahat” akan menjadi sempurna ketika bertemu dengan wahyu Allah. Jadi dapat disimpulkan, bahwa etika alamiah yang diutarakan para filsuf adalah sifat moral Allah yang diletakkan Tuhan di dalam hati manusia itu. Hal tersebutlah yang di coba untuk di telaah, dirumuskan, dan disistematiskan oleh beberapa filsuf, sehingga memunculkan percikan-percikan kebenaran teori etika. Seperti, etika situasi (Joseph Fletcher), etika diskursus, etika universal tanpa paksaan (Jurgen Habermas), etika otentik dalam kesadaran kebebasan (Jean Paul Sartre), dll.
Etika alamiah yang ada di dalam hati manusia telah terpolusi oleh berbagai factor,  factor budaya, kebiasaan umum, dan bahkan kebiasaan pribadi manusia itu sendiri. Polusi tersebutlah yang membuat etika alamiah itu memiliki keterbatasan-keterbatasan, sehingga tidak mampu lagi bertindak sebagaimana mestinya; seperti waktu pertamakali sifat moral tersebut dilekatkan pada manusia. Akibatnya ketika seseorang ingin mengejawantahkan etika alamiah yang ada di dalam dirinya, melalui kesadaran moralnya. Tidak dapat lagi dilakukan dengan baik sebagaimana mestinya. Lihatlah diagram etika alamiah berikut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar