Sabtu, 21 Januari 2012

SULITNYA MENYAMPAIKAN KEBENARAN

Sulitnya Menyampaikan Kebenaran
"Akan tetapi kita tahu, bahwa Anak Allah telah datang dan telah mengaruniakan pengertian kepada kita, supaya kita mengenal Yang Benar; dan kita ada di dalam Yang Benar, di dalam Anak-Nya Yesus Kristus. Dia adalah Allah yang benar dan hidup yang kekal" (1 Yohanes 5:20)

Belum hilang dari ingatan kita, ketika salah seorang anggota DPR RI, dengan kejujurannya menyampaikan kepada masyarakat tentang kebenaran bahwa ia menerima travel cheque sebesar Rp. 500.000.000,- dari temannya satu komisi. Dia juga menyampaikan beberapa nama teman satu fraksi dalam komisinya yang juga menerima travel cheque, berkaitan dengan penetapan persetujuan komisi untuk memilih seorang pejabat BI. Tentunya semua ini ia lakukan dengan kesadaran, bahwa proses hukumnya tidak akan terhenti begitu saja. Sebagaimana lazimnya, teman-temannya membantah hal tersebut dan sebagai konsekuensinya, yang bersangkutan dipecat dari keanggotaan partainya. Itulah salah satu kenyataan dalam kehidupan sehari-hari kita. Ketika kita menyampaikan kebenaran malahan kita akan menuai tuduhan. Kita dapat dianggap menfitnah, mencari-cari kesalahan orang, tidak menyukai, dianggap membenci seseorang, "dibeli" orang untuk menjatuhkan orang lain atau sebagai pengkhianat dari kelompoknya, dsb.
Kebenaran adalah fakta, baik itu tertulis maupun ucapan, baik yang dapat dilihat sendiri atau didengar dari orang. Kebenaran yang mengungkapan kebaikan, memiliki nilai keuntungan atau memberikan dampak positif pada seseorang, tentunya orang tidak akan takut menyampaikannya, karena tanpa resiko, bahkan pujianlah yang akan dituainya. Namun kebenaran yang dapat merugikan, menjatuhkan kredibilitas, membuka kebohongan, mengganggu kepentingan pihak lain, akan dapat menimbulkan berbagai akibat dari yang paling ringan sampai yang paling menakutkan, yaitu mengancam jiwa penyampainya. Seringkali kita memilih tidak mengambil resiko, lebih baik tidak mengungkapkannya. Akhirnya, seseorang merasa lebih baik mengambil sikap demikian.
Jika kita memiliki sikap mental seperti ini, lalu bagaimana kita dapat menyampaikan kebenaran Firman Tuhan? Dengan sikap mental seperti ini penyampaian kebenaran Firman Tuhan seringkali disesuaikan dengan kebutuhan si penyampai. Firman Tuhan dipilih, disitir sebagian, tidak menyeluruh dan ditafsirkan sesuai kebutuhan yang bersangkutan. Demikianlah kita lihat sejak awal manusia, melalui Adam dan Hawa, tidak secara "jantan" mengakui kebenaran bahwa mereka telah memakan buah yang dilarang oleh Tuhan. Adam melemparkan kesalahannya kepada Hawa dan Hawa melemparkan kesalahannya kepada ular. Namun Tuhan adil, ketiganya mendapat hukuman. Sulit sekali menyatakan kebenaran.
Surat 1 Yohanes 5: 20 memberikan petunjuk bagi kita agar kita dapat melakukan kebenaran. Kebenaran yang hakiki melekat pada diri Yesus selaku anak Allah. Seperti Yesus yang berani menanggung resiko atas kebenaran, demikian pengikut-Nya harus senantiasa menyatakan kebenaran dengan segala resikonya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar