Jumat, 06 Januari 2012

Etika KristenPDFPrintE-mail
Written by Aripin Tambunan   
Saturday, 14 November 2009
Article Index
Etika Kristen
Page 2
Page 3
Page 4
Page 5
Page 6

 
  

Kesimpulan
Etika Kristen melampaui etika alamiah. Etika alamiah berhenti pada kesadaran moral yang cacat, karena telah terpolusi oleh, budaya, kebiasaan umum atau individu. Tetapi etika Kristen tidak berhenti pada kesadaran moral yang cacat, ia menerobos sampai pada pembersihan polusi-polusi tersebut berkat adanya Roh Kudus dan Alkitab yang menuntun tingkah laku seseorang. Meskipun demikian, kasih sebagai dasar atau motivasi seluruh tindakan etis manusia. Dan hati nurani sebagai tempat rekaman yang akan menuntut tanggungjawab seluruh tindakan etis manusia.

Bibliographi
Eduard Lohse,
            1991    Theological Ethics of The New Testament, Minneapolis: Fortress Press
Franz Magnis Suseno,
            1997    13 Tokoh Etika, Yogyakarta: kanisius
Franz von Magnis,
            1985    Etika Umum, Yogyakarta: Kanisius
Henry Hazlitt,
            2003    Dasar-dasar Moralitas, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
L. Wilardjo
Asses, 26 Mei 2009,    PLN: Etika Teknologihttp://marem.org/artikel3_liek%20_etika.htm
Victor Paul Furnish,
1988       Theology &Ethics in Paul, Nashville: Abindon Press
Wolfgang Schrage,
            1996    The Ethics of The New Testamen, Edinburgh: T&T Clark




[1] Filsuf Jerman-Amerika, adalah murid dari Husserl dan Heidegger. Menulis buku, ‘Das Prinzip Verantwrortung. Versuch einer Ethik fur die technologishe Zivilisation’ (Prinsip Tanggungjawab. Percobaan suatu Etika bagi keberadaan teknologis).
[2] Thomas Aquinas membedakan antara conscientia (suara hati) dan synteresis (hati nurani). Syntheresis merupakan pengetahuan intuitif tentang prinsip-prinsip moral dan conscientia merupakan penerapan prinsip-prinsip itu pada kasus konkret. Dimana hati nurani itu diciptakan oleh Tuhan untuk memberikan pencerahan kepada manusia agar dapat mengetahui apa yang wajib dilakukan manusia (Lihat, Magnis, 13 Toko Etika, Yogyakarta: kanisius, 1997), hal. 91.
[3] Henry Hazlittt, Dasar-dasar Moralitas, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003),  hal 10-12.
[4] Ibid., hal 13-14.
[5] Franz von, Magnis, Etika Umum, (Yogyakarta: Kanisius, 1975), hal. 26.
[6] Kesadaran moral menurut Magnis, adalah Keinsyafan bahwa saya berada di bawah kewajiban untuk melakukan sesuatu atau kewajiban yang mengikat bathin seseorang.Ibid., hal. 25.
[7] Perintah yang mutlak atau tidak bersyarat
[8] Perintah bersyarat
[9] Franz von, Magnis, Etika Umum, (Yogyakarta: Kanisius, 1975), hal. 27.
[10] Andre Comte-Sponville, Spiritualitas Tanpa Tuhan, (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2007), hal. 31-32.
[11] Sifat Moral Allah, lihat lebih lanjut, Jurnal Teologi Stulos, Aripin Tambunan, Varietas Baru Manusia: Vir Doctus Et Credit Fortiter Deo, Bandung: STTB, April 2009.

[12] Asses, 26 Mei 2009, PLN: Etika Teknologi, http://marem.org/artikel3_liek%20_etika.htm
[13] Theology &Ethics in Paul, (Nashville: Abindon Press, 1988_, p. 262.
[14] Ibid.
[15] The Ethics of The New Testament, (Edinburgh: T&T Clark, 1996), pg. 79.
[16] Ibid. pg. 80.
[17] Lihat Amsal 20: 27.
[18] Theological Ethics of The New Testament, (Minneapolis: Fortress Press, 1991), pg. 91.

Last Updated ( Tuesday, 24 August 2010 )
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar